Travel Diary Every Journey has a story to share

Rabu, 24 Mei 2017

Trip to Sumba (Day 5) : Pantai Walakiri dan Kampung Tenun

Pagi-pagi sekali kami bangun karena ingin menikmati sunrise di Pantai Walakiri yang berada di sebelah timur Waingapu. Dengan hanya cuci muka, jam 5 pagi kami sudah berangkat ke lokasi. Perjalanan sekitar 40 menit. Pantai Walakiri merupakan pantai pasir putih yang cukup landai. Saat tiba di sana kondisi pantai sedang surut sampai 500 meter sehingga area pantai menjadi sangat luas. Banyak hewan – hewan laut seperti rajungan, kerang, bulu babi, bintang laut, dan ikan kecil yang terjebak kondisi surut ini.
Semacam penginapan di Walakiri
Sunrise tertutup awan
Pantai Walakiri
Pada saat pasang, tempat saya berdiri ini diselimuti air
Anjing yang mengikuti kami terus saat di Walakiri
Good Boy
Bintang laut
Hati-hati banyak bulu babi
Ada satu spot unik yang menjadi ikon di Pantai Walakiri, yaitu kumpulan pohon bakau yang mirip seperti kebun bonsai. Lokasinya di ujung kiri pantai. Keunikan pohon bakau ini tidak kami lewatkan untuk berfoto-foto dan melihat lebih dekat. Apalagi laut lagi surut sehingga memudahkan kami menuju ke spot tersebut. Tapi hati-hati jangan sampai keinjek bulu babi ya.
Pepohonan bakau di Walakiri
I'm a part of them :-D
Karena inilah Pantai Walakiri berbeda dengan pantai yang lain
Closer look
Matahari sudah bersinar cerah, suhu udah agak panas dan kami meninggalkan lokasi. Rencananya kami kembali ke hotel dan berberes untuk menuju bandara karena hari ini merupakan hari terakhir kami di Sumba. Berhubung waktunya masih lama karena pesawat aku jam 11an, kami diajak Bang Joni untuk ke sebuah bukit yang bisa ngeliat  Bandara Waingapu dari ketinggian. Lokasinya memang tidak terlalu wow, tapi pengalaman baru bisa ngeliat bandara yang ujung landasannya diapit perbukitan. Harus waspada banget pilot kalau mau terbang atau mendarat di bandara ini.
Perjalanan dari Walakiri ke Waingapu
Jalanan rame pada mau berangkat ke sekolah
Landasan Pacu Bandara Waingapu dari atas bukit
Sungai dengan pulau ditengah yang katanya berbentuk kayak perahu
Hati-hati kalau mau foto di pinggir tebing
Balik ke hotel, sarapan pagi, mandi, beres-beres trus check out menuju ke bandara. Kita singgah dulu beli oleh-oleh di Toko Utama yang merupakan pusat oleh-oleh terkenal di Waingapu. Ada kopi khas sumba, berbagai olahan kacang mede, aneka snack dll. Kelar belanja, rasanya masih terlalu cepat kalau ke bandara. Bang Joni mengajak kami menuju ke sebuah kampung tenun yang lokasinya masih di Kota Waingapu.
Kampung Tenun di Waingapu
Ukiran di halaman rumah
Di sana kami di sambut oleh ketua perkumpulan penenun, Rambu Ana. Kami diajak untuk melihat proses membuat tenun sumba mulai dari memintal benang, mewarnai, membuat motif, menenun, sampai menjadi kain yang prosesnya bisa 6 bulan sampai 1 tahun tergantung tingkat kerumitan. Material yang digunakan juga dari bahan-bahan alami. Mulai dari benang maupun warna yang digunakan. Jadi jangan heran ya kalau harganya bisa mencapai jutaan. Bahkan untuk kain yang berumur ratusan tahun bisa mencapai 50 juta. Adakah yang beli? Jawabannya banyak. Rambu Ana gak pernah sepi orderan. Bahkan beliau kewalahan untuk memenuhi permintaan konsumen.
Pemintalan benang 
Membuat motif


Persiapan menenun
Proses menenun
Kami diajak masuk ke sebuah rumah yang dijadikan gallery kain-kain dan kerajinan khas sumba. Kainnya bagus-bagus banget dan tiap kain itu ada filosofinya. Banyak dipajang juga foto artis dan pejabat yang pernah berkunjung kesini. Walaupun kami gak membeli, tapi Rambu Ana tetap dengan senang hati menjelaskan kain-kain tersebut bahkan kami dibolehkan mencoba mengenakannya untuk berfoto. Big Thanks for Rambu Ana, semoga sukses dan berjaya terus tenun khas Sumba. J
Rambu Ana menjelaskan makna dari motif di tiap kain
Indah banget ya kainnya. Kualitas gak pernah bohong.
Aneka aksesoris khas Sumba
Foto-foto orang terkenal yang pernah berkunjung ke sini

Katanya kalau saya keluar pakai kain motif ini akan disegani masyarakat karena motif yang dipakai untuk keluarga bangsawan. Hmm.. :-)
Finally kami diantar Bang Joni menuju Bandara Umbu Mehang Kunda, Waingapu. Tandanya berakhir sudah trip Sumba ini. Sedih sih (kok jadi baper ya). Perjalanan 5 hari 4 malam yang mengesankan. Melihat indahnya alam dan budaya Sumba. Ini menjadi pengalaman yang akan terus dikenang. Semoga bisa berkunjung kesini lagi mengexplore keindahan Sumba yang lain, nonton pasola, atau nginap di resort terbaik sedunia Nihiwatu. Aminnnn. Hehe.. Thanks buat my travelmate, Bunga. Walaupun serba dadakan dan banyak drama sebelumnya, tapi terlaksana juga ya. Buat driver kami, Om Piet dan Bang Joni semoga bisa ketemu di lain waktu. Huhu..
Sampai Jumpa, Sumba..!!!!
Bandara Umbu Mehang Kunda, Waingapu
See you Sumba :-*





Senin, 22 Mei 2017

Trip to Sumba (Day 4) : Kampung Adat Raja Prailiu dan Puru Kambera


Setelah perjalanan sekitar 3 jam dan singgah di beberapa tempat, akhirnya kami tiba di Kota Waingapu. Kami makan siang dulu sambil melepas lelah dan ngadem juga. Sekitar sejam lebih baru kami lanjut menuju Kampung adat Raja Prailiu yang berada di tengah Kota Waingapu. Diliat bangunan sekelilingnya sudah banyak pengaruh modernitas dari kampung ini. Tapi masih cukup kuat memegang nilai-nilai adat yang tampak dari upacara kematian yang kami liat saat berkunjung kesana.

Kota Waingapu
Patung Kuda Selamat Datang Di Waingapu Ibukota Kab. Sumba Timur
Kami memasuki sebuah rumah adat yang cukup besar dan tampak masih baru. Di dalamnya seperti sebuah museum. Ada berbagai macam tenun dan baju adat Sumba. Kami tertarik untuk mencoba mengenakan pakaian adatnya. Dibantu dengan penjaga rumah tersebut, kami dipakaikan pakaian khas Sumba lengkap dengan golok. Berasa jadi Umbu Sumba dalam sehari. :-D
Rumah adat yang tampak mencolok
Kuburan di Kampung Raja Prailiu
Kuburannya banyak ukiran dan patung
Tampak dalam rumah adat
Bagus-bagus kainnya
Foto bersama bapak tetua adat
Santai depan rumah 
Acara kematian di salah satu rumah warga
Setelah memberi tips 50 ribu ke penjaga rumah adat tadi, kami melanjutkan perjalanan menuju ke Puru Kambera yang berada di sebelah barat Kota Waingapu. Sekitar 40 menit dengan jalanan yang cukup bagus walaupun agak sempit dan menanjak. Puru Kambera sendiri merupakan sebuah padang savanna yang luas banget. Banyak kuda-kuda yang sedang merumput di sini. Buat pencinta fotografi, lokasi ini sangat photogenic.
Ruas jalan menuju puru kambera
Pemandangan sepanjang jalan
Banyak kuda yang bebas berkeliaran sedang merumput
Tiba di Puru Kambera cuacanya masih cukup terik. Kami akhirnya memilih menuju Pondok Wisata Pantai Cemara untuk bersantai yang tidak terlalu jauh. Ada resort di kawasan ini yang menghadap langsung di pinggir pantai. Kami hanya duduk santai di restonya sambil menikmati hidangan pisang goreng dan soft drink.

Pintu masuk resort
Pantai Puru Kambera
Banyak pepohonan rindang. Suasana cukup sejuk.
Santai dulu menunggu cuaca tidak terlalu terik
Setelah agak sorean baru kami kembali menuju Puru Kambera. Lokasi ini sangat eksotis. Padang savanna berwarna kecoklatan dan diselingi dengan pepohonan kering yang berdaun kecoklatan juga. Karena wilayahnya sangat luas, kami memilih lokasi yang bagus untuk berfoto. Seneng banget menikmati sore disini sampai matahari terbenam. Berasa banget lagi berada di Sumba. Seperti di dalam puisi karya Taufiq Ismail, Beri Daku Sumba. “Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka. Di mana matahari membusur api di atas sana”

Tenang aja, gak ada binatang buas di sini. hehe..
Indahnya alam Sumba Timur
Sunsetnya tertutup awan. Padahal lokasinya udah pas banget
Udah mau gelap. Saatnya balik.
Mobil sewaan sudah menunggu
Saat matahari terbenam kami kembali ke Waingapu untuk makan malam di area pelabuhan untuk menikmati berbagai macam seafood. Warungnya sederhana tapi makanannya cukup enak. Apalagi memang lagi ngidam seafood pada saat itu. Pulang makan, kami check in hotel di Efin untuk beristirahat. Perjalanan hari ini sama melelahkannya seperti di hari ke-3. Tapi hati senang karena lokasi yang kami kunjungi bener-bener bagus. See you tomorrow. ZZzzzzz....