Senin, 24 April 2017

Trip to Sumba (Day 3) : Waikelo Sawah, Kampung Tarung, Air Terjun Lapopu, dan Bukit Lailara


Hoamm.. welcome day 3. Hari ini kami akan check out dari Hotel karena harus bergerak menuju Sumba Timur. Setelah sarapan pagi, kami dijemput oleh Bang Jonny di pelataran parkir. First impression orangnya ramah dan bersahabat. Gayanya anak muda banget lah karena beliau juga masih umur 30, jadi cukup nyambung kalau diajak ngobrol. Bang Jonny banyak tau tentang pariwisata di Sumba. Sehingga kami yakin untuk tidak tersesat di perjalanan kali ini. Hehe..

Lokasi pertama yang kami kunjungi yaitu waikelo sawah, sebuah mata air alami yang menjadi sumber air  bagi sawah-sawah di sekitarnya. Sepanjang perjalanan kami melewati alam cukup asri. Pepohonan yang rindang dan lebat. Sesampai di lokasi suasana menjadi sejuk. Air di waikelo ini keluar dari sebuah gua yang konon tersambung dengan sungai di dekatnya. Tak banyak hal yang kami lakukan disini kecuali foto-foto sambil menikmati derasnya air yang keluar dari gua.

Sawah yang hijau
berani masuk ke dalam goanya?

Hanya sekitar 30 menit kami meninggalkan lokasi dan menuju kota Waikabubak yang jaraknya sudah dekat. Di kota ini kami mengunjungi Kampung Adat Tarung yang berada di atas bukit tepat di pusat kota. Perkampungan adat Sumba memang masih cukup banyak ditemukan, tapi uniknya kampung ini bertahan dengan modernitas yang terjadi di kota. Mereka masih mempertahankan bentuk rumah adat dan juga tradisi leluhur yang masih dilestarikan sampai sekarang.

Suasana di dalam Kampung Tarung
Wanita di Kampung Tarung yang sedang menenun
Ibu-ibu yang menawarkan souvenir

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00, kami bergegas menuju ke lokasi berikutnya yaitu Air tejun Lapopu. Sebelum itu kami beli nasi padang dulu di Waikabubak untuk bekal makan siang karena infonya tidak ada warung disana. Jalan menuju lokasi cukup bagus walaupun berkelok-kelok. Sepanjang perjalanan kita disuguhi pemandangan hutan lebat dan bukit serta lembah yang indah.

Suasana Kota Waikabubak
Banyak ketemu kerbau sepanjang jalan

Sekitar satu jam, kami tiba di lokasi. Suasana sejuk langsung terasa karena posisi kami bener2 berada di dalam hutan. Untuk menuju lokasi dari tempat parkir mobil, kami harus menuruni jalan yang terjal dan menyusuri sungai berbatu. Kemudian menyebrang melalui jembatan kayu yang membelah sungai. Saat itu kami ditemani oleh guide lokal yang cukup berpengalaman. Bayangkan beliau jalan tanpa alas kaki menyusuri jalanan yang penuh bebatuan dan licin bahkan bisa manjat sampai ke atas air terjunnya. *prokprokprok*

Guidenya posesif  banget ya. :-)
akses jalan menuju lokasi air terjun.
Jembatan penyebrangan, Udah keliatan air terjunnya dari sini.

Sekitar 15 menit kami sudah tiba di lokasi. Voila.. air terjunnya cukup tinggi dan deras sekali airnya. Pengunjung saat itu sepi. Kami hanya berfoto-foto sambil menikmati segarnya air sungai di bawah air terjun tersebut. Sayangnya kami tidak mandi karena mengingat perjalanan masih jauh, jadi malas untuk ganti baju. Tapi cukup recommended untuk mandi disini. J

Memanjakan mata

Sebelum balik kami makan siang dulu dengan bekal yang sudah dibawa. Makan siang disini rasanya berlipat-lipat nikmatnya. Makan nasi padang sambil menikmati derasnya air terjun yang berwarna kehijauan. Hmmm.. Best lunch ever maybe.

Makan siang dengan view begini. Tapi jangan buang sampah sembarangan ya.

Dari Air terjun Lapopu, kami akan melanjutkan perjalanan yang cukup jauh ke Tarimbang yang berada di Sumba Timur. Butuh waktu sekitar 4 jam menuju kesana. Di tengah perjalanan kami sempat singgah di Bukit Lailara untuk melihat perbukitan khas Sumba Timur. Kontur alamnya cukup berbeda dengan Sumba Barat Daya dan Sumba Barat yang banyak pepohonan hijau dan lebat. Disini sejauh mata memandang dipenuhi bukit-bukit yang ditumbuhi savana berwarna kekuningan.

Jalan menuju Sumba Timur
Bukit Lailara

Sekitar 20 km menuju tarimbang, jalannya rusak parah. Jalan berbatu, terjal, dan sempit. Kami harus melambatkan kendaraan. Guncangan di dalam mobil cukup membuat kepal pusing. Karena akses yang buruk dan terpisah dari spot wisata lainnya, banyak wisatawan yang menghapus Pantai Tarimbang dari tujuan wisata mereka. Tapi godaan foto-foto yang menggambarkan keindahan tarimbang membuat kami nekad untuk menuju kesana.

Jalan menuju tarimbang

Sekitar jam setengah 5 kami tiba di Peter’s Magic Paradise Resort, Tarimbang. Banyak yang merekomendasikan penginapan ini. Ketika tiba, resort tampak seperti sudah lama tidak dirawat. Kolam renang kering, bangunan berdebu, dan cukup sepi. Kami bertemu dengan pemilik resort, Pak Peter seorang berkebangsaan Jerman yang menikah dengan wanita asli Sumba. Orangnya cukup ramah. Beliau bilang bahwa baru saja tiba di Indonesia untuk mengurusi resort ini yang sudah lama tidak terurus. Sejak sebulan belakangan, resort memang tidak menerima tamu dulu. Namun, Pak Peter mengizinkan kami menginap disini sebagai ungkapan rasa senangnya baru tiba di Indonesia. Hehe.. Awalnya kami ragu untuk menginap disini melihat kondisinya yang tidak terurus. Tapi pak Peter menawari kami dengan harga miring. Biasanya biaya per malam di resort ini sekitar 1 jutaan, tapi kami hanya cukup membayar 600 ribu include dengan makan malam. Hanya ada dua penginapan di tarimbang. Satunya lagi kondisinya lebih memprihatinkan. Akhirnya kami pun deal dengan tawaran tersebut. yuhuu..

Sepi dan tentram sekali
Itu kolam renangnya kering udah gak berfungsi
View dari jendela kamar. wow..
Tempat tidurnya baru selesai dibersihin
Kamar mandinya di bawah. Terbuka menghadap alam bebas. hehe..

Karena masih sore, kami duduk santai di depan resort sambil menikmati teh. View yang ditawarkan resort ini cukup luar biasa. Resort ini berada di atas bukit dan kita bisa melihat lembah dan pantai tarimbang yang luas di kejauhan. Karena sunyi, suara ombak bahkan kedengaran. Semakin sore matahari perlahan tenggelam di balik bukit. Sunset di depan mata kami jelas terlihat. Langit pun berubah kekuningan, kemerahan, dan akhirnya gelap. Amazing Romantic.
Welcome coffee
Menunggu Sunset
Romantis ngettt

Malam hari di resort ini tidak banyak hal bisa di lakukan. Setelah makan malam sambil menikmati bintang-bintang, kami pun langsung ke kamar. Beres-beres, mandi, ngecharge hape dan akhirnya tidur. Tepat jam 10 malam listrik genset dipadamkan. Oh iya, di daerah Tarimbang tidak ada listrik dan tidak ada sinyal hp. Sungguh terisolir dari dunia luar. J

good night.. 



2 komentar:

  1. nginap di peter's magic harganya berapa mas?

    BalasHapus
  2. waktu itu kita cuma bayar 600rb/malam. Karena penginapan masih direnovasi dan kebetulan ownernya baru datang dari jerman, jadi dia kasih harga murah.

    BalasHapus