It’s the day. Gak sabar banget untuk segera menuju Sumba. Bangun pagi-pagi trus sarapan dulu di Hotel Sylvia Budget. Makanannya lumayan enak dan banyak menunya juga. Recommended lah nginap di sini kalo lagi di Kupang. Checkout dari hotel langsung menuju Bandara El Tari dengan Taxi seharga 80 ribu. Kalau mau murah bisa naik ojek tapi harus jalan sedikit ke arah pasar. Ojek ke Bandara sekitar 40 ribu.
Pesawat yang akan membawa saya ke Tambolaka-Sumba Barat Daya yaitu Garuda Indonesia. Karena memang satu-satunya penerbangan yang ada dari Kupang kesana. Sepanjang perjalanan sekitar 1 jam, disuguhi pemandangan yang cukup indah. Untungnya saya duduk di sisi kiri pesawat dekat jendela, jadinya bisa ngeliat Pulau Rote dan Sabu dari kejauhan. Apalagi cuaca sedang cerah-cerahnya saat itu. Saat mulai memasuki langit Sumba, terlihat topography yang berbukit-bukit dan kering yang memang menjadi khas pulau Sumba. Semakin mendekati saat landing, sudah tampak banyak perkampungan dengan atap-atap khas Sumba. It’s official, this is Sumba. Yaaaayy.. *tepuk tangan
Bandar Udara Tambolaka yang tampak masih baru |
Welcome to Tambolaka Airport. Bandaranya tampak masih baru.
Bangunan modern dengan atapnya yang khas. Tidak terlalu besar, tapi lebih dari
cukup untuk menampung 3 flight per hari. Tambolaka – Kupang (Garuda) dan
Tambolaka – Denpasar (Wings dan Garuda). Setelah mengambil bagasi, banyak
driver menawarkan jasa Taxi. Waktu itu belum kepikiran mau naik taxi dulu ke
Hotel baru rental mobil di sana, apa rental langsung di bandara. Sambil menunggu Bunga yang masih di Denpasar, saya ngajak ngobrol santai dulu aja sama
beberapa driver disitu. Saat nanya harga, ada driver yang bilang kalau rental seharian All in
sekitar 850ribu. Wahh.. mahal banget. Trus nanya ke driver lain, ada yang nawarinnya 600rb.
Trus nanya lagi ke beberapa memang sekitar 600rb untuk sekitar Sumba Barat
Daya. Akhirnya saya deal sama driver namanya Om Piet.
Sudah hampir sejam menunggu, Bunga belum datang juga (ternyata delay), akhirnya ngobrol sama driver lain yang juga nunggu pesawat dari Denpasar datang. Namanya Johnny, masih muda dan tau banyak pariwisata mulai dari Sumba Barat sampai timur dia pernah. Sesekali dia ngeliatin foto-foto waktu ngantar orang tur keliling Sumba. Dari awal keliatan orangnya asik dan bisa dijadikan guide + driver. Cuma karena udah deal sama Om Piet, saya minta nomor hapenya aja, siapa tau nanti butuh.
Sudah hampir sejam menunggu, Bunga belum datang juga (ternyata delay), akhirnya ngobrol sama driver lain yang juga nunggu pesawat dari Denpasar datang. Namanya Johnny, masih muda dan tau banyak pariwisata mulai dari Sumba Barat sampai timur dia pernah. Sesekali dia ngeliatin foto-foto waktu ngantar orang tur keliling Sumba. Dari awal keliatan orangnya asik dan bisa dijadikan guide + driver. Cuma karena udah deal sama Om Piet, saya minta nomor hapenya aja, siapa tau nanti butuh.
Tengteneng.. si Bunga datang juga. Saya panggil Om Piet dan
kita langsung menuju hotel dulu buat check in dan naruh barang. Dia merekomendasikan dua hotel antara Sinar Tambolaka atau Sumba Sejahtera. Kami memilih Sinar Tambolaka karena viewnya lebih bagus walaupun katanya kamar di Sumba Sejahtera lebih bagus.
Setelah check in dan naruh tas, kami langsung berangkat ke tujuan pertama yaitu Kampung adat Ratenggaro. Tapi sebelumnya kami mampir dulu di sebuah mini market di Pusat Kota Waitabula untuk membeli minuman dan roti karena memang kami belum makan siang saat itu.
Setelah check in dan naruh tas, kami langsung berangkat ke tujuan pertama yaitu Kampung adat Ratenggaro. Tapi sebelumnya kami mampir dulu di sebuah mini market di Pusat Kota Waitabula untuk membeli minuman dan roti karena memang kami belum makan siang saat itu.
Waitabula - Ratenggaro (44 km) |
First destination : Kampung adat Ratenggaro
Perjalanan sekitar 1 jam ke arah selatan dari Waitabula
(ibukota kabupaten Sumba Barat Daya). Sepanjang perjalanan saya penasaran
kenapa di depan rumah warga ada bangunan seperti bak tertutup berukuran sekitar
3 x 2 meter. Ternyata itu kuburan. Masyarakat di Sumba Barat Daya banyak yang
memakamkan kerabat yang meninggal di depan rumah. Bentuk kuburan seperti kubur
batu, Cuma karena batu sudah sulit dicari, maka digantikan dengan beton.
Jalanan ke Ratenggaro 90% aspal mulus, hanya sekitar 3 km
menuju kampung, jalannya tanah bebatuan. Tiba di Ratenggaro, kami menuju
sekelompok orang yang sedang duduk di salah satu rumah adat untuk meminta izin
berkunjung. Kesan pertama yang muncul yaitu agak sedikit deg-degan. Selain di
pintu gerbang di sambut dengan puluhan kuburan yang cukup besar, penduduk pria
di kampung ini pada bawa golok yang disangkut di pinggang. Ternyata
memang budayanya seperti itu, dimana lelaki ada kebiasaan membawa golok
kemana-mana. Mungkin lambang kejantanan ya.
Setelah izin kami berkeliling kampung yang tidak terlalu besar ini. Saat menuju ke arah belakang, membuat saya tersadar kalo kampung ini berada diatas tebing yang menghadap pantai pasir putih yang cukup bagus. Duh, bener-bener indah banget. Dari kejauhan juga tampak kampung Wainyapu dengan atap-atapnya yang tinggi. Tanpa pikir panjang langsung jepret-jepret dengan berbagai gaya.
Setelah izin kami berkeliling kampung yang tidak terlalu besar ini. Saat menuju ke arah belakang, membuat saya tersadar kalo kampung ini berada diatas tebing yang menghadap pantai pasir putih yang cukup bagus. Duh, bener-bener indah banget. Dari kejauhan juga tampak kampung Wainyapu dengan atap-atapnya yang tinggi. Tanpa pikir panjang langsung jepret-jepret dengan berbagai gaya.
View dari belakang Kampung Ratenggaro. Breathtaking |
Keunikan Ratenggaro dengan kampung adat yang lain yaitu pada atapnya. Konon atap rumah di Ratenggaro merupakan yang tertinggi di Sumba. Kira-kira mencapai 30 meter. Sehingga dari kejauhan pun bisa kelihatan menjulang tinggi. Atapnya merupakan ilalang kering yang diikat kemudian ditumpuk.
Atap rumah yang menjulang tinggi. |
Mayoritas penduduk disini menganut agama Marapu yang memiliki kepercayaan pemujaan kepada nenek moyang dan leluhur. Makanya di tengah kampung banyak ditemukan kubur batu para leluhur mereka yang sangat dihormati. Kubur batu di Sumba ini merupakan peninggalan Zaman Megalitikum yang masih lestari sampai sekarang.
Puas mengelilingi Ratenggaro, kami
mengisi buku tamu di Rumah Kepala Desa. Yapp, ada kebiasaan saat wisata di
Sumba Barat Daya, dimana kita diminta untuk mengisi buku tamu dan memberikan
uang seikhlasnya. Rata-rata orang ngasih 10ribu sampai 100ribu.
Kubur Batu yang merupakan makam leluhur masyarakat Ratenggaro |
Kami penasaran dengan pantai pasir putih yang terlihat dari Kampung Ratenggaro. Kemudian Om Piet membawa kami kesana yang jaraknya cukup dekat sekitar 200 m menuruni
jalan yang berbatu. Di pantai, tampak beberapa turis bule yang sedang sibuk
fotografi dan juga bermain selancar. Ombaknya memang cukup besar jadi cocok
untuk surfing.
View Kampung Ratenggaro dari pantai. |
Ada juga kuburan batu yang cukup tinggi dan berumur ratusan
tahun. Katanya kubur batu tersebut merupakan makam pendiri dan raja-raja
Ratenggaro yang sangat dikeramatkan.
Menuruni pantai tampak hamparan pasir
putih yang luas dan cukup bersih. Kami memilih duduk diatas karang untuk menikmati angin
sepoi-sepoi dan paduan alam yang begitu indah ini. Ada juga sungai kecil yang
mengalir dari sebuah teluk kecil dengan latar pepohonan hijau menuju ke pantai. Sungguh terpesona dengan keindahannya. Padahal baru destinasi pertama sudah
takjub begini. Sekitar sejaman disana, kami cabut menuju Pantai Pero
untuk menyaksikan sunset. Cusss..
Kubur batu Raja yang cukup besar. Tingginya sekitar 2 meter. |
White sandy beach with big waves. Beautiful. |
NB : Ada satu hal yang sedikit menganggu saat perjalanan
kesini, yaitu masyarakatnya yang terbiasa meminta uang ke pengunjung. Mulai
dari anak-anak sampai lelaki dewasa. Saat kami berkeliling juga diikuti terus
secara bergerombol, jadi pas mau foto agak gimana gitu diliatin orang rame.
Kalau anak-anak secara blak-blakan mintanya. “kak, minta uang kak, minta uang
kak”. Kalau orang dewasa mereka beralasan uangnya untuk menghormati kubur
batu leluhur mereka (kata driver kami itu akal-akalan saja). Katanya, dulu
banyak pengunjung kesini yang notabene orang kaya suka ngasih-ngasih uang.
Karena terbiasa, jadinya sampai sekarang tiap pengunjung yang datang mereka
pikir mau bagi-bagi uang juga. So, kalau mau kesana disarankan jangan ngasih
uang kecuali saat isi buku tamu. Jawab aja dengan alasan yang halus. Kalau niat
mau ngasih sesuatu, kasih aja buku, alat tulis, atau makanan ringan buat
anak-anak disana.
nginap disinar juga ya?
BalasHapussaya nginap disinar tgl 24
27 sudah d waingapu
di sbd jg kesusahan nyari rental motor
rental mobil mahal mahal
keliling manangaaba dan kampung adat bayar 300
hari kedua ke walakiri dan mandorak bayar 500 ������
nginap disinar juga ya?
BalasHapussaya nginap disinar tgl 24
27 sudah d waingapu
di sbd jg kesusahan nyari rental motor
rental mobil mahal mahal
keliling manangaaba dan kampung adat bayar 300
hari kedua ke walakiri dan mandorak bayar 500 ������
iya, nginap di sinar tambolaka. Saya 2 malam disana, setelah itu lanjut ke sumba timur. Saya sewa mobilnya seharian, terserah mau kemana aja asalkan masih di daerah sumba barat daya. Hari pertama nyampe, sebenarnya cuma setengah hari tapi tetap bayar 600rb.
HapusKalau rental motor memang susah, saya nyari juga waktu itu. Ga nemu.
Halo, boleh minta nomer Johnny, driver yang kakak sebut di atas? Terima kasih
BalasHapusHai, maaf ya aku lama nggak ngeblog. Ada kontak kamu yang bisa dihubungi? biar aku kirim nomernya
HapusHai, boleh minta nomor hp driver untuk di Sumba?
BalasHapusTrims.
Email : malem_kristina@yahoo.com
Hai juga. Sudah aku kirim ya nomernya ke Email kamu.
Hapushai... saya mau minta no hp driver di Sumba boleh?
BalasHapusini email saya agustinalena@yahoo.com
terima kasih
Sudah diemail ya.
HapusBoleh minta hp driver nya, bisa kirim ke desy.dimayanti@gmail.com... terimakasih
BalasHapusBoleh minta hp driver nya, bisa kirim ke desy.dimayanti@gmail.com... terimakasih
BalasHapusHai boleh minta no driver nya di sumba? Email saya puji_wara@yahoo.co.id makasih
BalasHapusKak, boleh minta nomer driver yg di sumba ?kalo boleh, ini email saya singgihan06@gmail.com
BalasHapusMakasih
Sya lusa disumba, mungkin ad rencana kita join, kl mau hub 082122223504
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSya lusa disumba, mungkin Bisa minta nomor jhony kl bole hub 082122223504
BalasHapusSelamat pagi, Sipohonlontar. saya Shasha, boleh minta nomor telpon driver mobilnya? Karena saya ada rencana keberangkatan ke Sumba di kuartal 1 tahun 2018. tolong dikirimkan ke email shashaindra@yahoo.co.id
BalasHapusterima kasih banyak
Mohon maaf ya. Langsung DM aja ke instagram aku ya. @martinulpan Jarang buka blog skrg
BalasHapus