Travel Diary Every Journey has a story to share

Selasa, 27 September 2016

Trip to Sumba (Day 1) : Arrival - Kampung Ratenggaro


It’s the day. Gak sabar banget untuk segera menuju Sumba. Bangun pagi-pagi trus sarapan dulu di Hotel Sylvia Budget. Makanannya lumayan enak dan banyak menunya juga. Recommended lah nginap di sini kalo lagi di Kupang. Checkout dari hotel langsung menuju Bandara El Tari dengan Taxi seharga 80 ribu. Kalau mau murah bisa naik ojek tapi harus jalan sedikit ke arah pasar. Ojek ke Bandara sekitar 40 ribu.

Pesawat yang akan membawa saya ke Tambolaka-Sumba Barat Daya yaitu Garuda Indonesia. Karena memang satu-satunya penerbangan yang ada dari Kupang kesana. Sepanjang perjalanan sekitar 1 jam, disuguhi pemandangan yang cukup indah. Untungnya saya duduk di sisi kiri pesawat dekat jendela, jadinya bisa ngeliat Pulau Rote dan Sabu dari kejauhan. Apalagi cuaca sedang cerah-cerahnya saat itu. Saat mulai memasuki langit Sumba, terlihat topography yang berbukit-bukit dan kering yang memang menjadi khas pulau Sumba. Semakin mendekati saat landing, sudah tampak banyak perkampungan dengan atap-atap khas Sumba. It’s official, this is Sumba. Yaaaayy.. *tepuk tangan

Bandar Udara Tambolaka yang tampak masih baru
Welcome to Tambolaka Airport. Bandaranya tampak masih baru. Bangunan modern dengan atapnya yang khas. Tidak terlalu besar, tapi lebih dari cukup untuk menampung 3 flight per hari. Tambolaka – Kupang (Garuda) dan Tambolaka – Denpasar (Wings dan Garuda). Setelah mengambil bagasi, banyak driver menawarkan jasa Taxi. Waktu itu belum kepikiran mau naik taxi dulu ke Hotel baru rental mobil di sana, apa rental langsung di bandara. Sambil menunggu Bunga yang masih di Denpasar, saya ngajak ngobrol santai dulu aja sama beberapa driver disitu. Saat nanya harga, ada driver yang bilang kalau rental seharian All in sekitar 850ribu. Wahh.. mahal banget. Trus nanya ke driver lain, ada yang nawarinnya 600rb. Trus nanya lagi ke beberapa memang sekitar 600rb untuk sekitar Sumba Barat Daya. Akhirnya saya deal sama driver namanya Om Piet.

Sudah hampir sejam menunggu, Bunga belum datang juga (ternyata delay), akhirnya ngobrol sama driver lain yang juga nunggu pesawat dari Denpasar datang. Namanya Johnny, masih muda dan tau banyak pariwisata mulai dari Sumba Barat sampai timur dia pernah. Sesekali dia ngeliatin foto-foto waktu ngantar orang tur keliling Sumba. Dari awal keliatan orangnya asik dan bisa dijadikan guide + driver. Cuma karena udah deal sama Om Piet, saya minta nomor hapenya aja, siapa tau nanti butuh.

Tengteneng.. si Bunga datang juga. Saya panggil Om Piet dan kita langsung menuju hotel dulu buat check in dan naruh barang. Dia merekomendasikan dua hotel antara Sinar Tambolaka atau Sumba Sejahtera. Kami memilih Sinar Tambolaka karena viewnya lebih bagus walaupun katanya kamar di Sumba Sejahtera lebih bagus.

Setelah check in dan naruh tas, kami langsung berangkat ke tujuan pertama yaitu Kampung adat Ratenggaro. Tapi sebelumnya kami mampir dulu di sebuah mini market di Pusat Kota Waitabula untuk membeli minuman dan roti karena memang kami belum makan siang saat itu.
Waitabula - Ratenggaro (44 km)
First destination : Kampung adat Ratenggaro

Perjalanan sekitar 1 jam ke arah selatan dari Waitabula (ibukota kabupaten Sumba Barat Daya). Sepanjang perjalanan saya penasaran kenapa di depan rumah warga ada bangunan seperti bak tertutup berukuran sekitar 3 x 2 meter. Ternyata itu kuburan. Masyarakat di Sumba Barat Daya banyak yang memakamkan kerabat yang meninggal di depan rumah. Bentuk kuburan seperti kubur batu, Cuma karena batu sudah sulit dicari, maka digantikan dengan beton.

Jalanan ke Ratenggaro 90% aspal mulus, hanya sekitar 3 km menuju kampung, jalannya tanah bebatuan. Tiba di Ratenggaro, kami menuju sekelompok orang yang sedang duduk di salah satu rumah adat untuk meminta izin berkunjung. Kesan pertama yang muncul yaitu agak sedikit deg-degan. Selain di pintu gerbang di sambut dengan puluhan kuburan yang cukup besar, penduduk pria di kampung ini pada bawa golok yang disangkut di pinggang. Ternyata memang budayanya seperti itu, dimana lelaki ada kebiasaan membawa golok kemana-mana. Mungkin lambang kejantanan ya.

Setelah izin kami berkeliling kampung yang tidak terlalu besar ini. Saat menuju ke arah belakang, membuat saya tersadar kalo kampung ini berada diatas tebing yang menghadap pantai pasir putih yang cukup bagus. Duh, bener-bener indah banget. Dari kejauhan juga tampak kampung Wainyapu dengan atap-atapnya yang tinggi. Tanpa pikir panjang langsung jepret-jepret dengan berbagai gaya.
View dari belakang Kampung Ratenggaro. Breathtaking
Keunikan Ratenggaro dengan kampung adat yang lain yaitu pada atapnya. Konon atap rumah di Ratenggaro merupakan yang tertinggi di Sumba. Kira-kira mencapai 30 meter. Sehingga dari kejauhan pun bisa kelihatan menjulang tinggi. Atapnya merupakan ilalang kering yang diikat kemudian ditumpuk.
Atap rumah yang menjulang tinggi. 
Mayoritas penduduk disini menganut agama Marapu yang memiliki kepercayaan pemujaan kepada nenek moyang dan leluhur. Makanya di tengah kampung banyak ditemukan kubur batu para leluhur mereka yang sangat dihormati. Kubur batu di Sumba ini merupakan peninggalan Zaman Megalitikum yang masih lestari sampai sekarang.
Kubur Batu yang merupakan makam leluhur masyarakat Ratenggaro
Puas mengelilingi Ratenggaro, kami mengisi buku tamu di Rumah Kepala Desa. Yapp, ada kebiasaan saat wisata di Sumba Barat Daya, dimana kita diminta untuk mengisi buku tamu dan memberikan uang seikhlasnya. Rata-rata orang ngasih 10ribu sampai 100ribu.
Foto sama keluarga Kepala Desa. Cekrekk.. :-)
Kami penasaran dengan pantai pasir putih yang terlihat dari Kampung Ratenggaro. Kemudian Om Piet membawa kami kesana yang jaraknya cukup dekat sekitar 200 m menuruni jalan yang berbatu. Di pantai, tampak beberapa turis bule yang sedang sibuk fotografi dan juga bermain selancar. Ombaknya memang cukup besar jadi cocok untuk surfing.
View Kampung Ratenggaro dari pantai.
Ada juga kuburan batu yang cukup tinggi dan berumur ratusan tahun. Katanya kubur batu tersebut merupakan makam pendiri dan raja-raja Ratenggaro yang sangat dikeramatkan.
Kubur batu Raja yang cukup besar. Tingginya sekitar 2 meter.
Menuruni pantai tampak hamparan pasir putih yang luas dan cukup bersih. Kami memilih duduk diatas karang untuk menikmati angin sepoi-sepoi dan paduan alam yang begitu indah ini. Ada juga sungai kecil yang mengalir dari sebuah teluk kecil dengan latar pepohonan hijau menuju ke pantai. Sungguh terpesona dengan keindahannya. Padahal baru destinasi pertama sudah takjub begini. Sekitar sejaman disana, kami cabut menuju Pantai Pero untuk menyaksikan sunset. Cusss..
White sandy beach with big waves. Beautiful.
NB : Ada satu hal yang sedikit menganggu saat perjalanan kesini, yaitu masyarakatnya yang terbiasa meminta uang ke pengunjung. Mulai dari anak-anak sampai lelaki dewasa. Saat kami berkeliling juga diikuti terus secara bergerombol, jadi pas mau foto agak gimana gitu diliatin orang rame. Kalau anak-anak secara blak-blakan mintanya. “kak, minta uang kak, minta uang kak”. Kalau orang dewasa mereka beralasan uangnya untuk menghormati kubur batu leluhur mereka (kata driver kami itu akal-akalan saja). Katanya, dulu banyak pengunjung kesini yang notabene orang kaya suka ngasih-ngasih uang. Karena terbiasa, jadinya sampai sekarang tiap pengunjung yang datang mereka pikir mau bagi-bagi uang juga. So, kalau mau kesana disarankan jangan ngasih uang kecuali saat isi buku tamu. Jawab aja dengan alasan yang halus. Kalau niat mau ngasih sesuatu, kasih aja buku, alat tulis, atau makanan ringan buat anak-anak disana.

Sinar Tambolaka
2-Sept-2016





Minggu, 18 September 2016

Ide berlibur ke Sumba yang tiba-tiba

Sejak setahun lalu udah kepingin ke Sumba gara2 lihat postingan di IG. Selain itu ada keinginan juga explore NTT mumpung penugasan proyek di Pulau Timor. Apalagi tiap transit di Kupang sering denger penerbangan ke Tambolaka, Labuhan Bajo, Bajawa, Alor.. Aaahhh.. suatu saat harus kunjung ke beberapa tempat tersebut.

Saya sndiri sih siap2 aja ke Sumba kalau pas cuti. Masalahnya susah nyari temen yg mau kesana. Masak pergi sendiri, nt dikirain lagi putus cinta trus escape kesana. 😅😅😅

Hingga suatu hari ketemu lah temen. Sebut saja "Bunga" 😂 yang sama2 mau liburan setelah tinggal lama di hutan belantara Palembang. Awalnya sih ngajak ke Lombok bareng temennya. Tapi H-10 temennya Bunga cancel. Jenkk.. jenk.. 🎶🎶 Akhirnya saya usul kalo kita tetep pergi aja tp ke sumba. Dan gayungpun bersambut. Huhuy..

Tp dengan waktu yg singkat itu bener2 harus gerak cepat. Mulai dari nyari2 tiket, bikin itinerary (ini yg paling ribet), nyari2 info hotel dan sewa mobil serta dibarengin dengan tugas di kantor yang mendadak banyak (katanya kalau mau cuti, tugas2 harus selesai kalo mau dapet izin Bos). Belum lagi si Bunga ini susah banget dihubungin gara2 di tempatnya susah sinyal hp. 

Demi memastikan perjalanan ini akan jadi, saya langsung booking tiket PP. Tiba di Tambolaka dan Pulang dr waingapu. Harganya lumayan mencekik sih, gara2 mepet banget mesen tiketnya.

Keriwehan belum selesai. Saya sendiri cuti selama 2 minggu. Rencananya 5 hari di Sumba, 2 hari di jakarta, 1 hari di Medan, dan sisanya pulang ke rumah di Lhoksukon Aceh (ribet banget ya). Jadi harus koordinasi dengan orang HC untuk pemesanan tiket pulang kampung agar segala rencana bisa terwujud. Saat tiket issued, ternyata oh ternyata banyak yang tidak sesuai rencana. Ada tiket yg minta pagi dikasih sore, ada yang mnta sore dibeli yang siang. Akhirnya ada beberapa tiket yang harus di reschedule. Hikss..

Hasil kesepakatan, akhirnya perjalanan ke Sumba dari tggl 2 - 6 sept 2016. Saya izin cuti tanggal 1 untuk berangkat ke kupang dulu dan besok pagi baru terbang ke tambolaka.

Persiapan kayak Itinerary udah oke, tiket sudah, booking hotel di Kupang sudah, pakaian (sebagian mesti beli di Mall Lippo Kupang biar kece 😅) sudah, kamera, alat mandi, dan perlengkapan lainnya juga sudah. Kalau hotel dan rental mobil disana belum, kalo baca blog2 orang sewa disana aja langsung bisa. Toh bukan lagi puncak liburan, jadi selow aja. Oke, intinya sudah siap semua, tinggal istirahat yang cukup biar esoknya bugar memulai perjalanan yang menyenangkan. Selamat Tidur.

Sylvia Budget Hotel
1 September 2016



Senin, 12 September 2016

Tulisan Pertama saya

Voilaa... Dari jaman SMA, 10 tahun yg lalu udah kepingin bikin blog tapi ga jadi. Pernah bikin trus ga pernah nulis, lama2 udah lupa password +_+'. Awal tahun ini coba bikin lagi, trus karena ribet kerjaan ga pernah nulis juga. Sekarang paksain minimal tulis preambule dulu lah, biar jadi pancingan semangat nulis selanjutnya. I have a lot of thing to write. But to start, I have a lot of reason. Mmm.. Jadi inget pepatah kaum entrepreneur, "Action is the foundational of success". Oke, ini udah Action, semoga lancar kedepannya. Happy Blogging.

Lhoksukon, 12 September 2016